Terjalin dalam Mitos dan Magic : Pita dalam Cerita Rakyat dan Kepercayaan
Jauh melampaui penggunaan modernnya dalam advokasi dan dekorasi, pita—dan benang secara umum—memiliki tempat yang mendalam dan kuno dalam mitologi, cerita rakyat, dan ritual di seluruh dunia. Dalam konteks ini, pita bukan sekadar objek, melainkan medium untuk takdir, pembawa keberuntungan, dan penanda transisi sakral. Bagian ini akan menjelajahi makna-makna paling abstrak dari pita, di mana ia berfungsi sebagai penghubung antara dunia nyata dan kekuatan gaib.
4.1 Benang Merah Takdir: Ikatan yang Tak Terputuskan
Salah satu mitos paling kuat dan romantis yang melibatkan benang berasal dari Asia Timur: kepercayaan tentang Benang Merah Takdir (Red String of Fate). Mitos ini menyatakan bahwa dua orang yang ditakdirkan untuk bersama terhubung oleh seutas benang merah tak kasat mata.
- Asal-usul dan Mitologi: Kepercayaan ini berakar pada mitologi Tiongkok, yang berpusat pada dewa perjodohan bulan, Yuè Lǎo (月下老人), yang secara harfiah berarti “Orang Tua di Bawah Bulan”. Diceritakan bahwa Yuè Lǎo mengikatkan benang merah ini pada dua orang yang ditakdirkan untuk menjadi kekasih sejati. Benang ini bisa meregang atau menjadi kusut seiring perjalanan hidup, tetapi tidak akan pernah putus, memastikan bahwa kedua orang tersebut pada akhirnya akan bertemu dan bersatu, tanpa memandang waktu, tempat, atau keadaan.
- Variasi Budaya: Mitos ini diadaptasi dengan sedikit perbedaan di berbagai budaya. Dalam cerita rakyat Tiongkok asli, benang tersebut diikatkan di pergelangan kaki. Di Jepang, benang itu diyakini mengikat ibu jari pria dengan kelingking wanita. Sementara dalam budaya Korea, benang itu mengikat kelingking kedua individu. Warna merah dalam konteks ini sangat signifikan, karena dalam budaya Tiongkok, merah adalah simbol keberuntungan dan kebahagiaan, terutama dalam pernikahan.
- Resonansi Modern: Konsep ini tetap sangat populer hingga hari ini, beresonansi kuat dengan gagasan Barat tentang “belahan jiwa” (soulmate). Di era digital, di mana pertemuan sering kali terasa acak, teori Benang Merah menawarkan kerangka naratif yang romantis untuk memahami koneksi yang mendalam dan perasaan takdir dalam suatu hubungan. Ia memberikan makna pada kebetulan dan mengubah pertemuan acak menjadi takdir yang telah tertulis.
4.2 Jimat Keberuntungan: Pita sebagai Pembawa Nasib Baik dan Perlindungan
Di berbagai belahan dunia, pita sering kali diresapi dengan kekuatan magis, berfungsi sebagai jimat atau talisman untuk menarik keberuntungan dan menolak kejahatan. Kepercayaan ini sering kali mengikat warna pita dengan hasil yang diinginkan secara spesifik, mengubah sepotong kain menjadi doa yang bisa dipakai.
Berikut adalah beberapa contoh dari berbagai budaya :
- Pita Emas (Mesir Kuno): Dipercaya sebagai simbol perlindungan ilahi yang diberikan oleh para dewa. Mengikatkan pita emas di pergelangan tangan atau leher dianggap dapat mengusir roh jahat.
- Pita Hijau (Irlandia): Sangat terkait dengan keberuntungan dan kesejahteraan. Warna hijau melambangkan alam dan nasib baik dalam budaya Irlandia, dan pita hijau yang dikenakan pada Hari St. Patrick dipercaya dapat melindungi pemakainya dari kejahatan.
- Pita Biru (Timur Tengah): Digunakan untuk menangkal “mata jahat” (evil eye). Pita biru, sering kali dengan hiasan mata, diikatkan di pergelangan tangan bayi atau digantung di pintu rumah untuk menolak energi negatif.
- Pita Merah (Tiongkok): Selain Benang Merah Takdir, pita merah secara umum adalah simbol cinta, keberuntungan, dan energi positif dalam pernikahan dan perayaan lainnya.
- Pita Merah Muda (Jepang): Dalam upacara miyamairi (kunjungan pertama bayi ke kuil), pita merah muda dikenakan pada bayi sebagai simbol doa untuk kesehatan, kebahagiaan, dan umur panjang.
- Pita Kuning (Amerika Latin): Diberikan sebagai hadiah antar teman untuk melambangkan kehangatan, kebahagiaan, dan ikatan persahabatan yang kuat. Dikatakan bahwa pita ini membawa energi positif matahari ke dalam hubungan.
4.3 Pita dalam Ritual: Menandai Transisi dan Awal yang Baru
Pita memainkan peran penting dalam upacara-upacara yang menandai transisi signifikan, baik dalam kehidupan individu maupun komunitas. Dalam ritual ini, pita berfungsi sebagai objek liminal—objek yang ada di ambang batas antara dua keadaan.
- Pemotongan Pita Peresmian: Tindakan memotong pita untuk meresmikan gedung, acara, atau proyek baru adalah ritual modern yang sangat simbolis. Pita yang belum dipotong mewakili penghalang antara masa lalu (tahap persiapan) dan masa depan (tahap operasional). Momen pemotongan adalah tindakan transisi yang sakral, secara formal menandai awal yang baru dan menanamkan harapan untuk kesuksesan di masa depan.
- Tradisi Pernikahan: Pita secara inheren melambangkan penyatuan dua individu atau keluarga.
- Dalam tradisi pernikahan Sunda yang unik di wilayah Cianjur, mempelai pria memotong pita merah yang direntangkan di depan rumah mempelai wanita. Tindakan ini secara simbolis “membuka” jalan menuju kehidupan baru bersama.
- Di Argentina, ada tradisi di mana para wanita lajang menarik pita yang tertanam di dalam kue pengantin. Salah satu pita memiliki cincin di ujungnya, dan siapa pun yang mendapatkannya dipercaya akan menjadi orang berikutnya yang menikah.
Dari Benang Merah Takdir yang menghubungkan dua jiwa yang belum bertemu, hingga pita peresmian yang memisahkan “belum dibuka” dari “sudah dibuka”, dan pita pernikahan yang menandai transisi dari lajang menjadi menikah, pita secara konsisten berfungsi sebagai penanda ambang batas. Sifat fisiknya—sebagai garis yang dapat menghubungkan, mengikat, atau diputuskan—menjadikannya metafora fisik yang sempurna untuk konsep-konsep abstrak seperti koneksi, transisi, dan takdir. Kekuatan simbolisnya terletak pada kemampuannya untuk membuat ide-ide tak kasat mata ini menjadi terlihat dan nyata, memungkinkan manusia untuk secara ritual mengelola dan merayakan perubahan dalam hidup mereka.